Rabu, 18 November 2015

CINTA DI WAKTU SENJA

Karya : Annisa Apriliani

Hari sudah mulai gelap, aku bergegas untuk segera pulang kerumah dan mengakhiri pekerjaanku hari ini. Aku Saktia, anak pertama dari dua bersaudara, umurku 22 tahun. Adikku yang bernama Nisa yang usianya masih 16 tahun. Aku terlahir dari keluarga yang sederhana, ibuku hanya bekerja sebagai kuli cuci yang penghasilannya tidak seberapa, aku berhenti sekolah karena aku membantu ibu untuk mencari uang tambahan untuk membayar uang sekolah adikku.
***
Keesokan harinya, aku pun segera bersiap-siap untuk bekerja. Pekerjaanku sangat sederhana, yaitu membantu para nelayan mencari ikan dilaut. Aku bekerja keras untuk bisa membahagiakan ibu dan adikku, apa boleh buat aku tidak bisa membiarkan ibu bekerja sendirian setiap hari.

Matahari pun sudah memuncak diatas kepala, keringat ku mulai bercucuran. Setelah menjelang sore dan ikan-ikan berhasil didapatkan, aku pun mengangkat semua ikan-ikan hasil tangkapan nelayan itu ke pasar ikan terdekat. Ya, memang pasar itu dibuka mulai sore hari dan banyak sekali pembeli yang berdatangan. Setelah beberapa jam semua pekerjaanku pun selesai.

Menuju perjalanan pulangku, aku sengaja berjalan-jalan dulu didekat pantai dan aku melihat seorang wanita yang sangat cantik. Ia sedang berdiri melihat indahnya pantai dan aku pun segera menghampirinya.
“Sedang apa kau sore-sore dipantai?” tanyaku
 Wanita itu pun menjawab “Aku suka melihat keindahan pantai di sore hari seperti ini, rasanya sangat indah sekali”
 Aku pun menjawab “Apakah kau menyukai senja?”
 “Ya aku sangat menyukai senja, mangkanya setiap sore aku kesini untuk melihat itu” jawab wanita itu dengan senang.
“Oh iya, namamu siapa?” tanyaku kepada wanita itu
“Namaku Aida, kamu?” dia pun bertanya
“Hehe kenalkan nama aku Saktia” jawabku sambil tersenyum
“Eh hari sudah mulai gelap, aku pulang duluan ya Sak”.
“Oh iya kebetulan aku juga mau pulang, kalau begitu kita pulang bersama aja” ajakku
“Iya”

Hari sudah menjelang malam, aku dan Aida pun pulang bersama-sama.

***
Malam itu langit sangat indah, bintang-bintang muncul dengan indahnya. Aku yang sedang duduk di teras rumah sambil meminum segelas teh hangat dan menikmati suasana langit yang indah. Tiba-tiba ibu pun datang dan duduk bersamaku.
“Sedang apa Nak kamu di luar sini?”. Tanya ibu
“Aku sedang istirahat bu sambil melihat indahnya langit”. Jawabku
“Nak, maafin ibu karena kamu tidak bisa melanjutkan sekolah dan harus bekerja sekeras ini untuk ibu dan adikmu”. Bicara ibu dengan muka sedih
“Bu, ibu tidak boleh bicara seperti itu. Memang sudah takdir kita seperti ini bu, kita tidak boleh mengeluh. Aku tidak merasa menyesal kalau aku tidak bisa meneruskan pendidikanku, asalkan adikku bisa sekolah aku pun bahagia bu”.
“Andaikan Ayahmu masih berada bersama kita, pasti kita tidak akan hidup seperti ini”.  Tiba-tiba ibu pun menangis.
“Hey Bu, Ibu tidak boleh bica seperti itu lagi. Ayah sudah bahagia di sana bu, ibu tidak boleh seperti itu. Kita harus mendoakan ayah agar ia pun bahagia melihat kita di sini bu.”
“Iya Nak, ibu akan melakukan apa saja asalkan kamu dan adikmu bahagia.” Jawab Ibu
“Ibu tidak boleh sedih lagi, toh disini masih ada Saktia dan Nisa yang selalu menemani ibu. Sudah ya, Saktia tidak mau ibu seperti ini.”
“Iya Nak. Sudah malam, ayo kita masuk kedalam. Tidak baik malam-malam di luar.”
“Ayo Bu kita masuk”.

***
            Hari ini aku sedang libur kerja, dan aku pun berada dirumah bersama adikku yang kebetulan sedang libur sekolah, sedangkan ibu pergi bekerja seperti biasanya.
Tiba-tiba Nisa bertanya “Kak, aku merasa aku sangat merepoti kaka dan ibu kak”
“Hei Nisa, disini tidak ada yang direpotkan. Sudah kewajiban kamu untuk belajar dan meraih cita-cita kamu, tidak usah memikirkan yang lainnya”. Jawabku
“Tapi rasanya aku ingin berhenti sekolah kak, aku ingin ikut mencari uang bersama kaka”
“Tidak Nisa, kamu tetap harus sekolah sampai kamu lulus. Kaka janji kalau kaka ada rezeki, kaka akan membiayai kamu untuk masuk ke Perguruan Tinggi”.
“Hmm.. Iya Kak, aku akan terus belajar dengan tekun dan giat agar aku bisa membahagiakan ibu dan kaka”.
“Nahh, itu baru adiknya kaka hehehe... sini-sini peluk kaka dulu.” Jawabku sambil memeluk Nisa
“Ihh Kakak apaan sih”.

***

            Seperti biasa, sore hari aku mengajak adikku berjalan-jalan dipantai. Tiba-tiba aku melihat Aida sedang duduk sendirian, aku mengajak adikku untuk menghampirinya.
“Hai Aida, sedang apa disini?melihat senja lagi?”. Tanyaku
“Oh iya Hai Saktia. Hehe iya nih, seperti biasalah”. Jawab Aida
“Aida, kenalkan ini adikku Nisa”.
“Hai Nisa, kamu cantik sekali”. Puji Aida kepada Nisa
“Ah.. Kak Aida bisa aja”. Jawab Nisa
“Aida, kenapa setiap hari kamu selalu kesini?” tanyaku
“Aku kesepian Saktia, mangkanya aku kesini karena cuma tempat ini yang bisa membuatku tenang”.
“Memang kamu kenapa? Kamu sedang ada masalah?”
“Iya Sak, setiap hari papah dan mamahku selalu bertengkar di rumah entah bertengkar karena apa, aku tidak kuat lagi mendengar mereka selalu bertengkar seperti itu”.
“Kamu yang sabar ya Aida, mungkin memang orang tuamu sedang ada masalah maka itu mereka bertengkar seperti itu”.
“Iya aku tau, tapi bisa kan diselesaikan dengan kepala dingin?!”
“Yasudah, jangan terlalu dipikirkan lebih baik kita menenangkan diri disini.” Ajakku kepada Aida.

Saat itu, Aku, Nisa, dan Aida pun bermain dan berlari-lari di pantai. Aku sangat senang sekali melihat adikku yang begitu dekat dengan Aida, dan begitu pun denganku. Sepertinya ada yang berbeda di hatiku, aku merasakan getaran-getaran cinta jika berada didekat Aida. Apa mungkin Aku jatuh cinta kepada Aida???.

***
            Di dalam kamar aku berdiam diri, tapi kenapa pikiranku selalu tertuju kepada Aida. Gadis itu benar-benar membuatku jatuh cinta saat ini, senyumannya yang indah itu selalu terbayang-bayang di kepalaku. Jam menunjukkan pukul 11 malam, aku sudah mulai ngantuk dan tak lama aku pun tertidur.

Suara ayam mulai terdengar, tak terasa sudah mulai pagi, aku pun segera bangun dan mandi. Setelah itu aku duduk bersama adik dan ibukku di meja makan, adikku yang sedang sarapan sudah rapi dan bersiap-siap untuk kesekolah.
“Ibu, Kak Saktia, Nisa berangkat sekolah dulu ya..” Pamit Nisa sambil salaman kepada Ibu dan Aku
“Iya Nak, hati-hati di jalan ya” Jawab Ibu
“Iya Bu.”
“Iya Dek, hati-hati di jalan, belajar yang rajin ya cantik.” Jawabku sambil mengelus kepalanya
“Siap komandan!!!” Saut Nisa
Tidak lama Nisa pun sudah pergi ke sekolah, dan sekarang Ibu pun pamit kepadaku untuk bekerja.
“Nak, ibu berangkat dulu ya, nanti kalo kamu mau melaut jangan pulang larut malam.” Kata Ibu
“Iya Bu, hati-hati dijalan, iya bu Saktia tidak akan pulang larut malam.” Jawabku
“Ya sudah, Ibu pergi dulu. Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam Bu.”

Setelah Ibu pergi Aku pun bersiap-siap untuk menjalankan aktifitasku seperti biasa yaitu membantu nelayan menangkap ikan.

***
            Seperti biasa setelah pekerjaanku selesai aku langsung ke pantai untuk melihat senja sekaligus untuk melihat bidadari hatiku yaitu Aida. Apa mungkin sekarang saatnya untuk aku mengungkapkan perasaanku terhadapnya, ya mungkin hari ini aku harus berani mengungkapkan semuanya. Tidak lama kemudian Aida pun datang.
“Hai Sak.”
“Hei iya hai Aida.”
“Aku mau bicara sesuatu.”
Tanpa disadari aku dan Aida pun bicara serentak.
“Hmm.. ya sudah Sak kamu duluan aja yang bicara.”
“Oke. Hmm Aida aku mau bicara sesuatu entah kamu percaya atau tidak bahwa aku merasakan ada yang berbeda jika berada di dekatmu, aku merasa nyaman berada didekatmu Aida, entah dari kapan perasaanku itu muncul begitu saja.”
Aida pun menjawab “Saktia, aku pun mersakan hal yang sama sepertimu, entah kenapa kamu itu selalu menjadi penghibur aku dikala aku sedih dan kesepian, aku cuma bisa cerita ke kamu kalau aku sedang ada masalah, dan aku pun merasakan nyaman yang sama saat berada di dekatmu.”
“Aida, apa aku boleh menjadi bagian dari orang yang paling penting di hidup kamu?”
“Ma.. Maksud kamu apa Saktia?” tanya Aida
“Aku ingin menjadi pendamping kamu Aida.”
Muka Aida pun langsung memerah setelah mendengar omongan Saktia.
“Tapi aku tidak pantas untuk kamu Saktia, aku gadis miskin yang tidak sempurna, tidak mempunyai apa-apa” jawab Aida dengan muka sedih
“Tidak Aida, semua orang mempunyai kekurangan dan kelebihan tersendiri, dan saat ini aku melihat kelebihan dari mu.”
“Saktia, aku tidak bisa bicara apa-apa lagi. Kita jalani saja semua ini bersama-sama. Aku mencintaimu Sak.”
“iya Aida kita jalani semua ini bersama, aku pun lebih mencintaimu Aida.”

Dan mereka berdua pun duduk berdua diatas pasir dan menikmati indahnya laut dikala senja. Senja, itulah suasana yang paling disukai olehku dan Aida. Entah kenapa kami mempunyai banyak kesamaan, Aku mencintai Aida seutuhnya apapun yang terjadi, begitupun sebaliknya. Aku tidak mau kehilangan sosok Aida yang sudah berhasil membuatku sangat mencintai dia. Aida kau Pujaan Hatiku....







tunggu kelanjutan ceritanya ya di Cinta Di Waktu Senja Part 2....



Selasa, 17 November 2015

SEMUA AKAN INDAH PADA WAKTUNYA

Karya : Annisa Apriliani

           


H

ari sudah mulai senja, tetapi seorang remaja tetap gigih berjuang untuk mengais rejeki untuk menghidupi dirinya dan keluarganya. Ya, ialah Lintang. Ia terlahir dari keluarga yang miskin, ia tidak seperti remaja pada umumnya. Ibunya yang hanya pembantu rumah tangga tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Maka Lintang harus membanting tulang untuk membantu membiayai sekolah ia sendiri. Untungnya Lintang adalah anak yang sangat rajin dan pintar disekolahnya, dan ia sering mendapatkan nilai baik di setiap mata pelajaran.
***
            Terlihat dari sudut desa itu, sebuah gubuk kecil tempat tinggal Lintang bersama ibu dan adiknya. Rumah yang jauh dari kata mewah, namun sangat sederhana sekali. Ia sangat suka dengan pesawat terbang, dan ia mempunyai impian untuk bisa merakit pesawat terbang buatannya sendiri. Pesawat terbang yang mungil. Ya, satu-satunya mainan yang tersisa yang diberikan oleh ayahnya yang sekarang sudah tiada. Dulu, ia rela mengayuh sepedanya sepanjang 5 KM dari rumahnya untuk melihat pesawat terbang di lapangan.

“Bu, aku ingin bisa membuat pesawat terbangku sendiri, tapi apakah aku bisa mewujudkan impian itu?”. Tanya Lintang pada ibunya.

Ibunya pun menjawab. “Nak, tidak ada yang tidak mungkin, jika kamu mau berusaha untuk mewujudkan impianmu pasti semua impianmu itu akan tercapai pada saatnya.”

“Tapi aku tidak yakin bu!”. Jawab Lintang dengan pesimis.

“Semua itu perlu usaha nak. Mungkin suatu hari nanti kamu akan menjadi pembuat pesawat terbang yang paling hebat.”. Kata ibunya sambil memberi semangat kepada Lintang.

“Iya bu aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk mewujudkan impian ku itu.”. jawab Lintang dengan optimis.

Ibunya pun tersenyum melihat anaknya itu mempunyai tekad yang sangat besar untuk membuat pesawat terbang buatannya sendiri.

***

            Waktu terasa begitu cepat, sekarang ia sudah mulai dewasa. Sudah saatnya ia meraih impian dia sejak kecil. Pada hari itu Lintang pun merantau ke Jakarta meninggalkan ibu dan adiknya untuk mencari pekerjaan.

Tak lama kemudian ia pun diterima bekerja di suatu bengkel yang bernama Pointment Company. Karena kegigihan dan keterampilan yang ia miliki, bos nya senang dengan cara bekerjanya. Ia sangat teliti dan cekatan dalam bekerja. Lima tahun bekerja disitu, menambah wawasannya tentang permesinan.

Di usianya yang menginjak 25 tahun, bos nya pun membuka cabang bengkelnya yang didirikan di Bandung. Bengkel tersebut dipercayakan kepada Lintang. Ia tetap bekerja keras di bengkel barunya itu, malah semakin hari cara kerja Lintang semakin membaik. Bos nya pun datang ke bengkel barunya itu dan menemui Lintang.

“Bagaimana keadaan di bengkel ini?”. T anya bos nya.

“Semua baik-baik saja pak, pelanggan disini pun tidak pernah sepi.” Jawab Lintang.

“Baguslah kalau begitu Lintang.” Jawab bos nya dengan senang.

Tidak lama kemudian pun bos nya pergi.

Semakin hari kerja Lintang di bengkel semakin baik, tak heran bila bengkelnya tidak pernah sepi dari pelanggan.

           Malam itu di kost-an tempat ia tinggal, ia merasa tidak enak badan. Kesehatan Lintang menurun drastis hingga ia dirawat di rumah sakit, mungkin karena kelelahan yang mengakibatkan ia jatuh sakit. Dua minggu berlalu, kesehatan Lintang mulai pulih kembali dan ia bisa kembali bekerja di bengkel.
***

Pada usia 26 tahun ia mencapai kesuksesannya. Ia mulai berfikir untuk membuat inovasi sendiri yaitu membuat pesawat terbang impiannya. Ia merasa sudah mampu untuk membuka bengkelnya sendiri, akhirnya ia mengundurkan diri dari bengkel milik bosnya itu. Lintang mulai merintis karirnya yaitu membuka bengkel sendiri dan ia sudah mulai mempekerjakan 5 orang karyawan dan semakin lama karyawannya pun semakin banyak. Bengkel itu dibangun dari hasil kerja keras dia selama ini
.
Ia mulai membuat pesawat terbang dengan dibantu oleh karyawannya. Prosesnya memang memakan waktu yang cukup lama, tetapi itu bisa mempengaruhi kualitas produk yang dibuatnya tersebut. Tiga bulan kemudian, pesawat buatannya sendiri pun akhirnya berhasil dibuat, dan ia sangat senang sekali akhirnya ia bisa membuat pesawat terbang impiannya itu.
***

            Malam yang indah, menyaksikan bintang-bintang yang menari diatas langit dan keindahan sang dewi malam. Ia pun merasakan dinginnya malam di kampung halamannya. Lintang mengambil cuti untuk bertemu dengan ibu dan adiknya, sudah lama ia tidak bertemu dengan keluarganya. Betapa bahagianya ia menceritakan kesuksesannya itu kepada ibunya.

“Bu, aku senang sekali akhirnya impian ku bisa terwujud.” Bicara Lintang kepada ibunya

“Ya, alhamdulillah Nak. Akhirnya kamu bisa mewujudkan impian mu sejak kecil itu dengan kerja keras mu selama ini, ibu ikut bahagia dan ibu tidak akan lupa untuk mendoakanmu.” Saut ibunya

“Terimakasih ya Bu. Tanpa doa dan nasehat ibu, Lintang tidak bisa menjadi seperti sekarang ini.” Ucap Lintang dengan menahan tangis

“Kamu jangan lupa ibadah dan berdoa Nak, supaya usahamu selalu dilancarkan oleh Allah SWT.” Kata Ibunya

“Iya bu, Lintang tidak akan lupa untuk semua itu. Sekali lagi Lintang berterimakasih kepada ibu, ibu yang selalu mendoakan Lintang, selalu memotivasi Lintang, Lintang sangat bersyukur mempunyai ibu yang sebaik ini, Lintang sayang sekali sama ibu.” Kata Lintang sambil memeluk ibunya.

“Iya Nak. Ibu juga sayang sama kamu dan juga adikmu.” Jawab ibunya sambil menangis.
Keesokan harinya Lintang pun harus kembali ke Jakarta untuk melanjutkan pekerjaanya. Tak lupa ia pun berpamitan kepada ibunya.

“Bu, Lintang pergi dulu. Doakan yang terbaik untuk Lintang ya Bu.” Kata Lintang

Ibunya menjawab, “Iya Nak, ibu selalu mendoakanmu. Hati-hati di jalan ya Nak.”

“Ya Bu, Lintang pergi ya. Assalamualaikum.” Pamit Lintang

“Iya Nak, Waalaikumsalam.” Jawab ibunya

***

            Tiba di kota Metropolitan, Lintang pun langsung menuju bengkelnya dan ia mulai bekerja seperti biasa lagi.

“Bagaimana keadaan bengkel selama saya cuti?” tanya Lintang pada salah satu karyawan

“Baik-baik saja pak, malah ada pesanan untuk pembuatan mesin pesawat?” jawab karyawannya

“Oh ya? Benarkah? Yasudah ayo kita mulai membuat mesin pesawat itu.” Sahut Lintang dengan gembira

“Siap pak.” Jawab karyawannya

Lintang dan beberapa karyawannya itu pun mulai membuat mesin pesawat. Dengan kegigihannya dan kepintarannya di bidang mesin, dia sudah tau apa saja yang dibutuhkan untuk membuat mesin pesawat tersebut dan membuatnya dengan sangat cekatan. 

Beberapa hari kemudian, pesanan mesin pesawatnya itu pun dikirim kepada pelanggan yang telah memesan. Pelanggan itu pun merasa puas dengan barang buatan Lintang tersebut. Ia sangat senang sekali mendengar kabar baik dari pelanggannya tersebut dan membuat ia menjadi semakin gigih dalam bekerja.

Lintang berniat untuk mendirikan pabrik, tapi sayangnya uang simpanannya pun belum mencukupi. Ia tetap berusaha semaksimal mungkin untuk bisa mendirikan pabriknya sendiri.

Lambat laun akhirnya Lintang pun berhasil membuat pabrik miliknya sendiri dan memproduksi pesawat terbang dan mesin pesawat terbang. Bengkelnya pun tetap berjalan walaupun ia sudah membangun pabrik.

***

            Sore itu dirumahnya, semua keluarganya berkumpul. Ibu, istri, adik, serta anaknya pun berkumpul. Suasana seperti itu jarang sekali ia dapatkan, hari itu ia sangat bahagia melihat keluarganya berkumpul.

Lintang bahagia sekali akhirnya bisa mewujudkan impiannya tersebut dengan segala kerja kerasnya, dimulai dari nol sampai ia sukses seperti sekarang. Impian sejak kecil untuk membuat pesawat terbang sendiri itu pun akhirnya terwujud dan bahkan ia telah mempunyai pabrik untuk pembuatan pesawat terbangnya sendiri.

Semua impian itu butuh usaha dan kerja keras untuk mewujudkannya. Kesuksesan itu tidak datang begitu saja. Dan pada akhirnya Lintang pun meraih kesuksesan yang tidak diperkirakan, ya memang semua itu akan indah pada waktunya.

***

Kala senja itu, cucuran keringat mengalir deras pada diri seorang remaja. Yang selalu mengayuh sepeda demi mencapai tujuannya. Seorang remaja dengan semangat juang tinggi. Yang selalu bermimpi menggapai cita yang murni. Ya, ialah Lintang namanya. Ia terlahir dari keluarga yang miskin. Ya, memang seseorang di dunia ini tidak ada yang sempurna, pada setiap insan pasti mempunyai bakat masing-masing yang sudah di anugerahkan Tuhan kepadanya.


*SELESAI*